DreadOut, sebuah gim horor besutan studio asal Bandung bernama Digital Happiness, sukses menggalang dukungan pendanaan melalui skema crowdfunding
sebanyak 26.097 dollar. Dana segar itu dipastikan oleh mereka bakal
mempercepat proses produksi agar gim bisa diluncurkan pada akhir tahun
2013 nanti.
Kepastian itu bisa diketahui dari proposal mereka yang ditayangkan di situs crowdfunding Indiegogo, Minggu (19/5/2013). Gim tersebut berhasil meraup dana tambahan sebesar 26.097 dollar AS atau senilai Rp 250 juta. Angka ini atau melampaui target yang semula dipatok 25.000 dollar AS.
"Seru, mencekam, dan mendebarkan," ujar Game Producer Digital Happiness, Rachmad Imron, saat dihubungi Minggu malam.
Gim DreadOut adalah proyek yang dikembangkan Digital Happiness selama 1 tahun lebih. Bergenre horor, pemain menggerakkan protagonis bernama Linda, seorang siswi SMA, yang terjebak bersama teman-temannya di sebuah kota yang ditinggalkan. Disana ternyata penuh dengan misteri mencekam dan tergantung Linda untuk memecahkannya melalui kemampuan melihat hantu dari layar smartphone miliknya.
Menurut rencana, gim ini akan dipersiapkan untuk platform PC. Saat ini bahkan sudah mengantre di Steam Greenlight untuk mendapatkan dukungan pasar internasional.
Disinggung mengenai keberhasilan mereka menggalang dana, Imron mengaku terharu menyaksikan dukungan melimpah yang diterima selama proses pembuatan gim ini mengingat Digital Happiness adalah nama tanpa reputasi dalam industri gim nasional atau bahkan internasional. Meski demikian, setidaknya 500 pendukung dari berbagai negara tetap menyalurkan dukungan mereka terhadap gim ini.
"Ini adalah langkah awal penyelesaian gim DreadOut dan sekarang kami memiliki 500 bos baru dari berbagai negara yang telah menjadi investor," kata Imron.
Suntikan dana ini dipastikan bakal mempercepat proses produksi gim DreadOut. Imron menerangkan bahwa mereka bakal memanfaatkan dana tersebut untuk menyewa kantor dengan ruangan lebih besar dan menarik tenaga tambahan untuk pemrograman gim. Bila mereka gagal mengumpulkan dana dari Indiegogo, Imron tetap yakin bisa merampungkan DreadOut tapi waktunya lebih lambat mengingat mereka harus mendapatkan tambahan pendanaan dari proyek sampingan.
Kisah DreadOut bisa jadi mematahkan anggapan bahwa crowdfunding untuk gim di Indonesia takkan berhasil. Dua contoh sebelumnya yakni Eternal Grace maupun Dewa Ruci gagal mendapatkan pendanaan dari situs crowdfunding Indonesia, Wujudkan.com.
Viral
Keberhasilan gim DreadOut dalam menggaet pendukung di Indiegogo sebetulnya tidak lepas dari strategi yang dipakai dalam memperkenalkan gim tersebut. Salah satunya dengan merilis demo gim pada tanggal 31 Maret.
Cara tersebut berhasil tidak lama kemudian muncul video ulasan di YouTube akan gim ini. Sebagian besar responnya positif, mereka bisa menikmati kengerian dan suasana mencekam yang berhasil dibangun oleh programer DreadOut. Yang lebih penting, suasana Indonesia yang jarang ditemui pada gim horor memikat siapapun yang menonton video tersebut.
Demo gim yang hanya menampilkan 30 menit permainan gim tersebut bisa
membuat para pemain ketakutan melihat hantu dari Indonesia misalnya
kuntilanak. Trik membuat kaget juga ditemui seperti galon air mineral
yang jatuh juga bisa ditemui.
Dari para pendukung Indiegogo, Imron mengungkapkan bahwa hanya 10 persen berasal dari Indonesia, sisanya dari luar negeri. Kondisi tersebut dia maklumi mengingat untuk menyumbang harus memakai akun uang virtual semacam PayPal sementara kepemilikan PayPal belum begitu banyak di Indonesia.
"Namun ada pula yang mengirimkan uang lewat rekening dan kami unggah ke Indiegogo," ujar Imron.
Untuk Indonesia, Digital Happiness melalui Facebook Page mereka juga membuat kampanye sumbangan ke Indiegogo.
Undangan
Keberhasilan pendanaan ini bukanlah kisah bahagia satu-satunya Digital Happiness. Mereka juga kebanjiran undangan untuk menghadiri pertemuan industri gim di dalam negeri maupun internasional.
Salah satunya dalam event Casual Connect di Singapura tanggal 21-23 Mei, Imron bakal memberikan pidato dalam acara tersebut tentang produksi gim DreadOut. Pada tanggal 25 Mei, Digital Happiness kembali ke Jakarta untuk menghadiri event Game Dev Gathering.
Digital Happiness sebetulnya juga mengikuti sayembara agar bisa berangkat menghadiri Electronic Entertainment Expo di Los Angeles bulan Juni mendatang secara gratis melalui program Indiecrashes. Sayangnya mereka gagal karena kurang mendapatkan dukungan.
KOMPAS
Kepastian itu bisa diketahui dari proposal mereka yang ditayangkan di situs crowdfunding Indiegogo, Minggu (19/5/2013). Gim tersebut berhasil meraup dana tambahan sebesar 26.097 dollar AS atau senilai Rp 250 juta. Angka ini atau melampaui target yang semula dipatok 25.000 dollar AS.
"Seru, mencekam, dan mendebarkan," ujar Game Producer Digital Happiness, Rachmad Imron, saat dihubungi Minggu malam.
Gim DreadOut adalah proyek yang dikembangkan Digital Happiness selama 1 tahun lebih. Bergenre horor, pemain menggerakkan protagonis bernama Linda, seorang siswi SMA, yang terjebak bersama teman-temannya di sebuah kota yang ditinggalkan. Disana ternyata penuh dengan misteri mencekam dan tergantung Linda untuk memecahkannya melalui kemampuan melihat hantu dari layar smartphone miliknya.
Menurut rencana, gim ini akan dipersiapkan untuk platform PC. Saat ini bahkan sudah mengantre di Steam Greenlight untuk mendapatkan dukungan pasar internasional.
Disinggung mengenai keberhasilan mereka menggalang dana, Imron mengaku terharu menyaksikan dukungan melimpah yang diterima selama proses pembuatan gim ini mengingat Digital Happiness adalah nama tanpa reputasi dalam industri gim nasional atau bahkan internasional. Meski demikian, setidaknya 500 pendukung dari berbagai negara tetap menyalurkan dukungan mereka terhadap gim ini.
"Ini adalah langkah awal penyelesaian gim DreadOut dan sekarang kami memiliki 500 bos baru dari berbagai negara yang telah menjadi investor," kata Imron.
Suntikan dana ini dipastikan bakal mempercepat proses produksi gim DreadOut. Imron menerangkan bahwa mereka bakal memanfaatkan dana tersebut untuk menyewa kantor dengan ruangan lebih besar dan menarik tenaga tambahan untuk pemrograman gim. Bila mereka gagal mengumpulkan dana dari Indiegogo, Imron tetap yakin bisa merampungkan DreadOut tapi waktunya lebih lambat mengingat mereka harus mendapatkan tambahan pendanaan dari proyek sampingan.
Kisah DreadOut bisa jadi mematahkan anggapan bahwa crowdfunding untuk gim di Indonesia takkan berhasil. Dua contoh sebelumnya yakni Eternal Grace maupun Dewa Ruci gagal mendapatkan pendanaan dari situs crowdfunding Indonesia, Wujudkan.com.
Viral
Keberhasilan gim DreadOut dalam menggaet pendukung di Indiegogo sebetulnya tidak lepas dari strategi yang dipakai dalam memperkenalkan gim tersebut. Salah satunya dengan merilis demo gim pada tanggal 31 Maret.
Cara tersebut berhasil tidak lama kemudian muncul video ulasan di YouTube akan gim ini. Sebagian besar responnya positif, mereka bisa menikmati kengerian dan suasana mencekam yang berhasil dibangun oleh programer DreadOut. Yang lebih penting, suasana Indonesia yang jarang ditemui pada gim horor memikat siapapun yang menonton video tersebut.
Dari para pendukung Indiegogo, Imron mengungkapkan bahwa hanya 10 persen berasal dari Indonesia, sisanya dari luar negeri. Kondisi tersebut dia maklumi mengingat untuk menyumbang harus memakai akun uang virtual semacam PayPal sementara kepemilikan PayPal belum begitu banyak di Indonesia.
"Namun ada pula yang mengirimkan uang lewat rekening dan kami unggah ke Indiegogo," ujar Imron.
Untuk Indonesia, Digital Happiness melalui Facebook Page mereka juga membuat kampanye sumbangan ke Indiegogo.
Undangan
Keberhasilan pendanaan ini bukanlah kisah bahagia satu-satunya Digital Happiness. Mereka juga kebanjiran undangan untuk menghadiri pertemuan industri gim di dalam negeri maupun internasional.
Salah satunya dalam event Casual Connect di Singapura tanggal 21-23 Mei, Imron bakal memberikan pidato dalam acara tersebut tentang produksi gim DreadOut. Pada tanggal 25 Mei, Digital Happiness kembali ke Jakarta untuk menghadiri event Game Dev Gathering.
Digital Happiness sebetulnya juga mengikuti sayembara agar bisa berangkat menghadiri Electronic Entertainment Expo di Los Angeles bulan Juni mendatang secara gratis melalui program Indiecrashes. Sayangnya mereka gagal karena kurang mendapatkan dukungan.
KOMPAS
0 komentar:
Jangan Lupa Tinggalkan Pendapat Anda di Kotak Komen Ini Ya. ^_^