Tuesday 18 June 2013

Ketika Amerika Mengintai Anda

Posted by Unknown  |  at  Tuesday, June 18, 2013 No comments

 http://4.bp.blogspot.com/--kPHInOFtpE/TWu1jFaWuHI/AAAAAAAACDk/cYF2DMYBZVI/s1600/Gambar-Bendera-Amerika--Serikat.gif
Baru-baru ini publik di Amerika Serikat (AS) dikagetkan dengan kebijakan pemerintahnya yang mewajibkan sejumlah perusahaan raksasa Internet seperti Yahoo, Facebook dan Google memberi data penggunanya yang diminta oleh agen keamanan nasional milik AS yang disebut NSA (National Security Agency).

Aktivitas memata-matai oleh Badan Keamanan Nasional AS (NSA) ini pertama kali dibocorkan oleh salah satu agennya ke media Guardian dan Washington Post.

Direktur Badan Intelijen Nasional AS, James Clapper menyatakan, berbagai lembaga spionase Amerika memang memiliki sebuah sistem yang disebut PRISM.  Dalam sebuah wawancara, Clapper mengecam terungkapnya aktivitas itu.  Sebab menurutnya, hal ini bisa menodai kapabilitas intelijen Amerika. Pihaknya sudah melaporkan hal ini ke pengadilan sebagai tindakan kriminal.

Lewat program pengawasan yang disebut PRISM ini, pemerintah AS diperbolehkan meminta data-data elektronik yang diperlukan terkait dengan kasus-kasus kriminal maupun yang berhubungan dengan aksi terorisme. Sistem itu digunakan untuk mengumpulkan jejak data yang ditinggalkan oleh warga asing yang diawasi negara, ketika mereka berkomunikasi atau berinternet di luar negeri.

Program PRISM ini menurut data yang didapat dari Wikipedia sudah ada sejak 2007, artinya patut dicurigai bahwa pemerintah AS sudah memegang jutaan data pengguna Internet di seluruh dunia yang menggunakan layanan yang berbasis di AS, seperti Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube, dan Apple.

Sejak 1 Desember 2012 sampai 31 Mei 2013 saja, Apple menerima antara 4.000 dan 5.000 permintaan dari penegak hukum AS untuk data pelanggan. Meskipun menurut Apple, antara 9.000 dan 10.000 perangkat yang ditentukan dalam permintaan tersebut, berasal dari pihak berwenang dan pemerintah negara bagian. Belum lagi data dari Yahoo, Google dan Facebook.         
Pakar internet asal Jerman, Holger Bleich dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle mengatakan bahwa penyadapan tersebut sangat mengerikan, karena warga negara sama sekali tidak diberitahukan bahwa penyadapan besar dilakukan. Seandainya masyarakat tahu bahwa mereka bukan anonim lagi, mereka akan tahu bagaimana tindakan sepatutnya, tambah Bleich.

Hasil informasi yang didapatkan pemerintah AS terhadap sejumlah perusahaan teknologi ternyata tak disimpan sendiri. Dinas Keamanan Belanda, AIVD, juga tak luput dari tuduhan telah secara teratur menerima dan menggunakan informasi dari email pribadi atau postingan media sosial yang didapatkan dari PRISM.

Seorang mantan petugas AIVD yang membocorkan rahasia ini dengan mengatakan bahwa program PRISM ini memungkinkan pemerintah Belanda mendapatkan informasi rahasia yang diambil dari isi email, transfer file, video, foto, data media sosial dan percakapan dalam aplikasi chatting.

Dia juga mengatakan, bahwa aplikasi ini digunakan khususnya untuk memantau ekstrimis Islam. Mereka akan dengan mudah mendapatkan pasokan informasi dengan cepat, bahkan dalam waktu lima menit--terutama jika berasal dari AS. Menurut sebuah sumber yang berada di AIVD, ada beberapa program rahasia seperti PRISM saat ini aktif di Belanda.

Sementara anggota Parlemen di Starsbourg juga ikut mengkritik PRISM ini. Mengumpulkan data dan informasi penting dapat menyebabkan implikasi dari privasi, perlindungan data, dan kerjasama keamanan Uni Eropa.

Bahkan salah satu Komisaris Kebijakan Konsumen dan Kesehatan, Tonio Borg mengatakan bahwa aksi mata-mata itu berpotensi membahayakan hak mendasar untuk privasi dan perlindungan data warga Uni Eropa.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pengguna layanan Internet di Indonesia tampaknya tak terlalu memusingkan kebijakan AS ini. Padahal Indonesia termasuk pengguna Facebook terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah total 42 juta per 2012. Belum lagi pengguna Twitter, Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah akun 19,5 juta.

Alih-alih ingin melindungi negaranya, AS bisa saja memanfaatkan program tersebut untuk hal-hal lain. Kebijakan AS ini bisa sangat merugikan jika saja pada layanan tersebut  mengandung konten-konten yang bersifat rahasia baik itu menyangkut negara lain, perusahaan atau pribadi sekalipun. Meskipun hal-hal yang bersifat rahasia apalagi menyangkut negara sudah sepatutnya menggunakan jalur komunikasi yang lebih aman.

Lain halnya di Cina, dari sejak lama negeri tirai bambu itu sangat selektif terhadap layanan Internet dari negara lain. Sudah pasti Cina memperhatikan dampak kerugian bagi negerinya sehingga memilih untuk memblokir beberapa layanan seperti Google,  Facebook, Twitter, Youtube dan menggantinya dengan layanan serupa buatan lokal.

Selain untuk alasan keamanan, Cina juga secara tidak langsung memberi kesempatan pada pelaku industri lokal untuk bisa menggarap potensi pasar dalam negerinya. Bahkan beberapa perusahaan IT Cina sudah berhasil ekspansi  ke Indonesia. Salah-satunya adalah WeChat, yang berasal dari perusahaan IT terkemuka Cina Tenchen.

Pemerintah Indonesia mungkin sudah harus memikirkan pentingnya kemandirian dalam bidang IT. Jangan sampai negara kita "diacak-acak" dengan dalih yang tidak jelas. Tetapi semuanya kembali ke pribadi masing-masing, apakah kita mau dan mampu?

Tags:
Admin

Suka dengan blog saya ? Please Like, Share atau Follow | Bagi Yang Telah Mengunjungi Blog Saya, Saya Ucapkan Terima Kasih Banyak :)

Get Updates

Daftarkan E-mailmu Untuk Berlangganan Artikel Algifari Blogspot .

Share This Post

Related posts

0 komentar:

Jangan Lupa Tinggalkan Pendapat Anda di Kotak Komen Ini Ya. ^_^

whos amung

Kumpulan Puisi Keren

Kata Kata Bijak Motivasi

Algifari Bercerita

Recent Post no Thumbnail by Tutorial Blogspot

Ayo ! Gabung Bersama

© 2013 Algifari Blogspot. WP Theme-junkie converted by Bloggertheme9
Blogger templates. Proudly Powered by Blogger.
back to top