Sekilas info tentang Quick Count dan Exit Poll, metode ini
kebanyakan hanya dilakukan oleh negara-negara berkembang, yang proses
pemungutan suaranya masih manual pake kertas yang dicoblos paku,
kemudian dihitung satu persatu. Hal ini membutuhkan waktu mingguan bahkan sampai berbulan-bulan untuk mengetahui hasilnya. Proses manual ini dinilai agak kurang efektif,
mengingat situasi ketidakpastian tentang siapa pemimpin terpilih dapat
mempengaruhi ekonomi, politik dan sosial. Karena itu lah Quick Count
hadir (backsound jingle Kabaaar gembiraa untuk kita semuaaa), supaya
masyarakat dan pasar bisa segera move on dan gak terlalu lama di PHP-in oleh pemilu. Bedanya Quick Count dengan Exit Poll
adalah, kalo QC itu berdasarkan hasil coblosan, sementara EP itu
berdasarkan hasil nanya siapa yang dicoblos dari orang yang habis
nyoblos.
Terus kenapa QC bisa lebih cepet dari perhitungan KPU?
Karena eh karena, QC mengambil data berdasarkan SAMPLING dan bukannya POPULASI. Tau dong yah bedanya apa? Sampling adalah contoh dari populasi.
Misalnya populasi itu adalah sepanci soto maka sampling adalah
semangkok soto dari panci tersebut. Ya kan pengen tau aja kira-kira
sotonya enak apa gak, kalau mau makan sepanci kan lama ngabisinnya.
Metode pengambilan data sampling adalah yang menjadi kekuatan dari QC.
Semakin
besar proporsinya dari keseluruhan total populasi maka akan semakin
akurat hasilnya dalam merepresentasikan populasi. Balik lagi ke contoh
soto tadi, kalau mau makin yakin soto itu enak apa gak, ya ambilnya
semangkok dan jangan sesendok doang. Dan jangan cuma kuahnya doang tapi
juga ayamnya, bihunnya, kol-nya, perkedelnya, pokoknya semua elemen yang
ada di soto dalam panci tersebut.
Nah, yang banyak terjadi pada lembaga survey yang tidak kredibel
adalah, ketika penarikan data sampling yang tidak merepresentasikan
keseluruhan populasi. Kalau mau langsung dicontohkan ke kasus pemilu
kemarin adalah, doi ngambilnya cuma di TPS TPS yang merupakan kantong
suara dari si capres, dan cuma di TPS sekitar rumah si capres, terus
nanya opini publiknya cuma ke para pendukung capres yang sama, makanya
jadi gak representatif ke populasi. Makin gede populasi, harus semakin besar dan semakin acak samplingnya.
Balik lagi ke contoh soto (iye kite lagi ngidam soto), kalo pengen tau
soto itu enak apa gak, ya jangan cuma nyicipin bihunnya doang, udah
cuman bihunnya doang, sesendok kecil pula. Tsk.
Dalam QC pemilu presiden, biasanya sih metode sampling yang dilakukan ada yang namanya Multistage Random Sampling
yang merupakan gabungan dari metode sampel stratifikasi (secara acak
terstruktur) dan sampel cluster. Kalau mau penjelasan ribet tentang
metode ini, googling sendiri aja yes. Haha. Penjelasan gampangnya
mengenai metode acak terstruktur itu ya si soto tadi. Ngambilnya ngacak
pake sendok soto, diaduk dulu, tapi pastikan, dalam mangkok tersebut
semua elemen soto udah ikutan kesendok. Gitu.
Bisa salah gak perhitungan data pake QC ini?
Ya
namanya juga manusia, kesempurnaan kan hanya milik Tuhan YME. Mangkanya
setelah menentukan metode sampling apa yang akan digunakan, berikutnya
adalah menentukan Margin of Error, yaitu tingkat ketidaksesuaian antara data statistik yang diolah dengan kenyataan di lapangan.
Semakin rendah Margin Error, maka semakin tinggi tingkat akurasi dari
data tersebut. Cara nentuinnya gimana? Dalam rumus statistik ada yang
namanya LoS atau Level of Significance atau taraf
kepercayaan yang merupakan presentase kebenaran bukan secara kebetulan.
Biasanya sih angka yang digunakan itu 0,1 atau 0,01 atau 0,05.
Penjelasannya gini,
Jika menggunakan LoS 0,01 maka tingkat yakin benarnya adalah 99% dan margin errornya (tingkat kesalahan) adalah 1%
Jika menggunakan LoS 0,1 maka tingkat yakin benar adalah 90% dan margin errornya (tingkat kesalahan) adalah 10%
Jika menggunakan LoS 0,05 maka taraf kepercayaanya adalah 95% dan margin errornya (tingkat kesalahan) adalah 5%
Penentuan
Margin of Error ini sih tergantung peneliti (lembaga survey)-nya,
seberapa pede sama tingkat keakuratan data yang ingin dihasilkan.
Setelah ditentukan, baru deh dihitung untuk bisa mendapatkan berapa
jumlah sample yang harus didapatkan. Rumusnya gini:
N: Populasi
n: Sample
α: Error of tolerance
Misalnya, kalau kata lagu Bang Haji Rhoma kan ada 135 juta penduduk Indonesia. Nah kalo dengan katakanlah LoS 0,05, berapakah jumlah sample yang harus didapat? Bang Haji Rhoma Irama kan ada 135 juta penduduk Indonesia. Nah kalo dengan katakanlah LoS 0,05, berapakah jumlah sample yang harus didapat?
n = 135.000.000/1+135.000.000(0,05)2
n = 13.533,7500 dibulatin lah jadi 13.534.
Jadi jumlah data sample pemilih yang harus didapatkan adalah 13.534 penduduk. Gituh.
Gampang
kan yes? Kalau udah tau metode pengambilan datanya gimana, margin
errornya sepakat, terus jumlah samplenya juga udah ketauan harus berapa,
ya tinggal pelaksanaan di lapangan aja.
Terus kenapa bisa beda-beda hasil surveynya? Bahkan ada yang terbalik persentase kemenangannya antara capres yang satu dan yang lainnya?
Balik
lagi ke kredibilitas lembaga surveynya. Kan udah dikasih tau tuh cara
ngambil datanya gimana, margin of errornya berapa, samplenya harus
berapa, tinggal kamu pelajari dan nilai sendiri tentang lembaga survey
yang mengeluarkan data tersebut. Biasanya mereka cukup terbuka kok
dengan metode yang mereka gunakan, ada di website masing-masing.
Pelajari dengan seksama, karena kalau kamu jeli, banyak banget yang
lembaga survey odong-odong dan titipan kepentingan.
0 komentar:
Jangan Lupa Tinggalkan Pendapat Anda di Kotak Komen Ini Ya. ^_^